Jenny dan Kendall
Hujan lagi.
Entah sudah yang ke berapa kali dalam seminggu. Hebatnya, hujan hanya terjadi
di sini. Di negara bagian yang menyediakan lembaga-lembaga pendidikan terbaik
di dunia. New York yang malang. Betapa mahasiswa-mahasiswa kurang beruntung itu
harus menembus guyuran hujan dengan butiran sebesar batu kerikil setiap hari.
Betapa aku harus menembus hujan ini setiap
hari. Seperti berada di sini belum cukup menyebalkan saja. Tapi aku bisa
memikirkan satu cara untuk membuatnya lebih baik.
Hai.
Aku ingin tahu, apakah orang yang memimpikan hujan bisa semenyenangkan
DisneyLand merasakan sesuatu hari ini? Sesuatu seperti bosan misalnya.
SENT
Aku
menunggu. Dan dia memang tidak pernah mengecewakan.
Apakah
ada tempat untuk menumpuk kebosanan untuk kemudian dibuang? Karena aku punya
banyak sekali.
Dia lucu. Millineum berapa ini? Bagaimana mungkin orang seperti dia masih
ada? Aku menggeleng-gelengkan kepala.
Hujan
bukan sampah, sayang. Begitu pula dengan hidup.
SENT
Kau
tidak perlu sampai mengungkit tentang hidup loh. Kau bisa langsung bilang kalau
kau sedang bosan dan ingin aku ke sana.
Aku terbahak-bahak. Bahkan kalau seandainya kenyataan berpihak padaku dan
berkenan menyediakan kasur di halte yang basah ini, aku pasti sudah
terguling-guling.
Oke, peramal. Aku
ketahuan. Bukankah lebih baik kita bertemu tanpa topi singamu?
SENT
Kau
menyebalkan. Foodcourt. 20 menit lagi.
Kau tahu mengenai itu lebih baik, abu-abu. Pikirku sambil tersenyum.
Oki doki.
“ Tidakkah
menurutmu ini agak berlebihan? “
“ Apanya?
“tanyaku sambil menyeruput es teh.
“ Ini, “
jawabnya sambil menunjuk makananku dengan dagunya.
Aku jadi
sedikit gelisah. Bagaimana dia bisa terus-terusan tahu apa yang aku pikirkan
dan mengutarakannya dengan tepat seakan-akan untuk itulah dia di sini? Seakan
dia bisa melihatku lebih dulu?
Dia menyadari kebisuaanku, “ Aku tahu
kau menganggapnya aneh, tapi aku tahu keadaan kantongmu. Kita bisa membeli hot
dog di ujung jalan ini saja, lalu ke apartemenmu dan nonton. Kau tahu aku punya
kaset Resident Evil yang terbaru dan.
. . “
“ Kendall… “
potongku selembut yang suara serakku bisa lakukan, “ kau tidak perlu
melakukannya. “
“ Melakukan
apa? “ dia bertanya sekalipun aku yakin dia sudah tahu jawabannya.
Bersinar
bersamaku? Menyelamatkanku?
“ Pulanglah,
Kendall. Kau tidak harus berada di sini. “
Kendall bergeming. Dia menatapku dengan pandangan yang sudah sangat kukenal. Dan kemudian kata-kata itu pun meluncur.
Kendall bergeming. Dia menatapku dengan pandangan yang sudah sangat kukenal. Dan kemudian kata-kata itu pun meluncur.
“ Aku
mungkin memang tidak harus berada di sini, tapi bagaimana denganmu? Apa kau
ingin aku pergi? “
Aku
memandang melewatinya ke tembok yang berada di seberang jalan. Aku merasa perlu
pergi. Benarkah?
“ Jenny? “
dia menunggu jawabanku.
Aku menarik
napas panjang, menegarkan diri. “ Kau
punya hidupmu sendiri, Kendall. Jangan memaksakan diri. “
Hal terakhir
kulihat setelah itu adalah aku membiarkan Kendall pergi dari tempat itu. Lebih
jujur lagi, dari hidupku. Kenapa pula memangnya, seseorang harus dipaksa
tinggal? Cinta mungkin memang bentuk paling ekstrem dari persepsi resiko. Tapi
hidup adalah hal lain. Hidup adalah semua hal. Karena itulah aku merasa tidak
perlu menghalang-halangi.
Kalau benar
hidup adalah semua hal. Kalau benar aku hidup. Kalau benar salah satu hal yang
dapat membuatku merasa hidup adalah Kendall, maka aku tidak perlu melakukan
apa-apa.
Aku tiba di
apartemen bututku 10 menit kemudian. Merasa terlalu lelah untuk melakukan
aktivitas dan langsung tertidur dua detik setelah mencium bantal. Aku seorang
artis ulung alami. Tapi bahkan aku yang telah begitu mahir menggantikan tiap
tindakan dan perasaanku dengan tindakan lain yang kutahu akan menyenangkan
semua orang tetap tidak berdaya menghadapi alam bawah sadarku sendiri. Aku
terjaga 30 menit kemudian.
Tiga puluh
menit sudah lebih dari cukup untuk memimpikan segerombol ikan lele yang
berusaha mengigit putus kepalaku.
Aku
terbangun dan langsung menyadarinya: inilah pertanda yang telah lama
kunantikan. Alasan kenapa aku tidak bisa merelakan. Alasan kenapa aku akan
masih terus mengharapkannya muncul di pintu depanku hari ini, besok, dan
seterusnya.
Sepenuhnya
aku sadar, bahwa di atas bus lah tempat aku seharusnya berada sekarang. Tapi
satu pesan kecil di hanphoneku
menjelaskan segalanya.
I
don’t know how to fix this. I know now you think I’m bad because I left you.
And may be you wouldn’t forgive me even if I said a million apologies. I know I
already missed you, but I’m afraid if you’re afraid of being left again. So I
don’t know what to do.
Aku tertawa
terbahak-bahak. Dan aku bahkan―yes!―berguling di lantai. Ini terlalu lucu. Lucu
sekali! Terlalu naïf untuk dikatakan sebagai sebuah kebetulan. Tuhan selalu
punya mekanisme tersendiri untuk menyadarkan. Ini bisa jadi salah satu caranya.
Semoga
kau menemukan yang kau cari, Kendall.
Aku mengawasi sampai layar menampilkan tulisan sent, lalu mengenyakkan diri di kursi reyot di sebelah jendela. Aku
merasa begitu sentimental dan. . . terkuras. Betapa hidup ini benar-benar
mengurasku sebagai manusia. Aku sudah akan tertawa lagi―mengingat tidak ada hal
lain yang bisa kulakukan, dan orang-orang selalu bilang kalau tertawa itu
menyembuhkan―tapi sebuah foto yang tertempel di antara jadwal-jadwal kuliahku
mengusikku. Foto tiga orang yang sedang tertawa lepas. Entah bagaimana aku
selalu berhasil menghindari foto ini sebelumnya. Tampaknya tidak hari ini.
Aku mengingat
bagaimana seharusnya ada empat orang dalam foto itu. Aku mengingat hidup yang
seharusnya bisa aku miliki. Aku mengingat mereka yang baru-baru ini pergi.
Aku jatuh.
Jatuh. Jatuh. Dan terus jatuh.
Ayo
kita pergi dari bumi
Ayo
temukan jati
di antara rasi
menari
dan tidak kembali
Do not trust with every translate you got. It is too rude and mess -,-
ReplyDeleteSi Kendall masih bego XD
ReplyDeleteput your past on your back beb XD
Delete