Pages

Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

As Time Passes By

Saturday, 11 February 2012

Bagian Ketiga


Jenny dan Kendall
           
            Hujan lagi. Entah sudah yang ke berapa kali dalam seminggu. Hebatnya, hujan hanya terjadi di sini. Di negara bagian yang menyediakan lembaga-lembaga pendidikan terbaik di dunia. New York yang malang. Betapa mahasiswa-mahasiswa kurang beruntung itu harus menembus guyuran hujan dengan butiran sebesar batu kerikil setiap hari.
            Betapa aku harus menembus hujan ini setiap hari. Seperti berada di sini belum cukup menyebalkan saja. Tapi aku bisa memikirkan satu cara untuk membuatnya lebih baik.
Hai. Aku ingin tahu, apakah orang yang memimpikan hujan bisa semenyenangkan DisneyLand merasakan sesuatu hari ini? Sesuatu seperti bosan misalnya.
            SENT
            Aku menunggu. Dan dia memang tidak pernah mengecewakan.
Apakah ada tempat untuk menumpuk kebosanan untuk kemudian dibuang? Karena aku punya banyak sekali.
            Dia lucu. Millineum berapa ini? Bagaimana mungkin orang seperti dia masih ada? Aku menggeleng-gelengkan kepala.
Hujan bukan sampah, sayang. Begitu pula dengan hidup.
            SENT
Kau tidak perlu sampai mengungkit tentang hidup loh. Kau bisa langsung bilang kalau kau sedang bosan dan ingin aku ke sana.
            Aku terbahak-bahak. Bahkan kalau seandainya kenyataan berpihak padaku dan berkenan menyediakan kasur di halte yang basah ini, aku pasti sudah terguling-guling.
Oke, peramal. Aku ketahuan. Bukankah lebih baik kita bertemu tanpa topi singamu?
            SENT
Kau menyebalkan. Foodcourt. 20 menit lagi.
            Kau tahu mengenai itu lebih baik, abu-abu. Pikirku sambil tersenyum.
Oki doki.

           
            “ Tidakkah menurutmu ini agak berlebihan? “
            “ Apanya? “tanyaku sambil menyeruput es teh.
            “ Ini, “ jawabnya sambil menunjuk makananku dengan dagunya.
            Aku jadi sedikit gelisah. Bagaimana dia bisa terus-terusan tahu apa yang aku pikirkan dan mengutarakannya dengan tepat seakan-akan untuk itulah dia di sini? Seakan dia bisa melihatku lebih dulu?
            Dia menyadari kebisuaanku, “ Aku tahu kau menganggapnya aneh, tapi aku tahu keadaan kantongmu. Kita bisa membeli hot dog di ujung jalan ini saja, lalu ke apartemenmu dan nonton. Kau tahu aku punya kaset Resident Evil yang terbaru dan. . . “
            “ Kendall… “ potongku selembut yang suara serakku bisa lakukan, “ kau tidak perlu melakukannya. “
            “ Melakukan apa? “ dia bertanya sekalipun aku yakin dia sudah tahu jawabannya.
            Bersinar bersamaku? Menyelamatkanku?
            “ Pulanglah, Kendall. Kau tidak harus berada di sini. “
            Kendall bergeming. Dia menatapku dengan pandangan yang sudah sangat kukenal. Dan kemudian kata-kata itu pun meluncur.
            “ Aku mungkin memang tidak harus berada di sini, tapi bagaimana denganmu? Apa kau ingin aku pergi? “
            Aku memandang melewatinya ke tembok yang berada di seberang jalan. Aku merasa perlu pergi. Benarkah?
            “ Jenny? “ dia menunggu jawabanku.
            Aku menarik napas panjang, menegarkan diri.  “ Kau punya hidupmu sendiri, Kendall. Jangan memaksakan diri. “  
            Hal terakhir kulihat setelah itu adalah aku membiarkan Kendall pergi dari tempat itu. Lebih jujur lagi, dari hidupku. Kenapa pula memangnya, seseorang harus dipaksa tinggal? Cinta mungkin memang bentuk paling ekstrem dari persepsi resiko. Tapi hidup adalah hal lain. Hidup adalah semua hal. Karena itulah aku merasa tidak perlu menghalang-halangi.
            Kalau benar hidup adalah semua hal. Kalau benar aku hidup. Kalau benar salah satu hal yang dapat membuatku merasa hidup adalah Kendall, maka aku tidak perlu melakukan apa-apa.
            Aku tiba di apartemen bututku 10 menit kemudian. Merasa terlalu lelah untuk melakukan aktivitas dan langsung tertidur dua detik setelah mencium bantal. Aku seorang artis ulung alami. Tapi bahkan aku yang telah begitu mahir menggantikan tiap tindakan dan perasaanku dengan tindakan lain yang kutahu akan menyenangkan semua orang tetap tidak berdaya menghadapi alam bawah sadarku sendiri. Aku terjaga 30 menit kemudian.
            Tiga puluh menit sudah lebih dari cukup untuk memimpikan segerombol ikan lele yang berusaha mengigit putus kepalaku.
            Aku terbangun dan langsung menyadarinya: inilah pertanda yang telah lama kunantikan. Alasan kenapa aku tidak bisa merelakan. Alasan kenapa aku akan masih terus mengharapkannya muncul di pintu depanku hari ini, besok, dan seterusnya.
            Sepenuhnya aku sadar, bahwa di atas bus lah tempat aku seharusnya berada sekarang. Tapi satu pesan kecil di hanphoneku menjelaskan segalanya.
I don’t know how to fix this. I know now you think I’m bad because I left you. And may be you wouldn’t forgive me even if I said a million apologies. I know I already missed you, but I’m afraid if you’re afraid of being left again. So I don’t know what to do.
            Aku tertawa terbahak-bahak. Dan aku bahkan―yes!―berguling di lantai. Ini terlalu lucu. Lucu sekali! Terlalu naïf untuk dikatakan sebagai sebuah kebetulan. Tuhan selalu punya mekanisme tersendiri untuk menyadarkan. Ini bisa jadi salah satu caranya.
Semoga kau menemukan yang kau cari, Kendall.
            Aku mengawasi sampai layar menampilkan tulisan sent, lalu mengenyakkan diri di kursi reyot di sebelah jendela. Aku merasa begitu sentimental dan. . . terkuras. Betapa hidup ini benar-benar mengurasku sebagai manusia. Aku sudah akan tertawa lagi―mengingat tidak ada hal lain yang bisa kulakukan, dan orang-orang selalu bilang kalau tertawa itu menyembuhkan―tapi sebuah foto yang tertempel di antara jadwal-jadwal kuliahku mengusikku. Foto tiga orang yang sedang tertawa lepas. Entah bagaimana aku selalu berhasil menghindari foto ini sebelumnya. Tampaknya tidak hari ini.
            Aku mengingat bagaimana seharusnya ada empat orang dalam foto itu. Aku mengingat hidup yang seharusnya bisa aku miliki. Aku mengingat mereka yang baru-baru ini pergi.
            Aku jatuh. Jatuh. Jatuh. Dan terus jatuh.
           

            Ayo
            kita pergi dari bumi
            Ayo
            temukan jati
            di antara rasi
            menari
            dan tidak kembali

3 comments: