Pages

Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

As Time Passes By

Monday, 15 September 2014

Wednesday May 21st, 2014


Pukul 6.38 pm:
Dear Almost,
Kendall minta maaf karena aku kecipratan mood jeleknya. Kukatakan padanya untuk tidak memikirkan soal itu karena bagaimanapun ini hal yang diharapkan untuk dapat dilewati. Dan aku tidak akan melarikan diri, bersembunyi, sampai dia memintaku. Kukira seperti inilah hal-hal akan berlangsung. Saat terkendala masalah, aku akan sebisa mungkin berusaha tidak terusik. Saat masalahnya adalah ulahku, aku akan menarik, jatuh bangun, mencoba meraih mereka yang terkena dampaknya.
Aku jadi memikirkan ini seperti dulu lagi. Tetapi kukira tidak ada gunanya menghindar dari kenyatan yang sedang terjadi. Aku benar-benar merupakan pihak yang akan selalu berupaya melipat-lipat diriku agar semuanya berjalan lancar. Aku tidak sedang mengatakan ini untuk membuatku terlihat lebih baik. Hanya bodoh, dan sangat ketergantungan. Sejujurnya, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku melakukan sesuatu yang kuinginkan. Saat sedang kesal misalnya, Kendall—dan juga mungkin kau sendiri— akan menuruti dorongan untuk melakukan sesuatu mengenai kekesalanmu. Kau dan dia akan mengekspresikan kekesalanmu itu. Jalan yang Kendall tempuh adalah aksi diam dan diskriminasi. Dia tidak akan bicara padaku hingga batas waktu tertentu dan menolak, kalaupun bicara, untuk bersikap normal senormal sikapnya ke orang lain (aku tidak cukup mengenalmu untuk membuatmu kesal). Lalu saat dia sedang mengalami hari yang buruk seperti sekarang, dia akan menjadi sebagaimana hari buruk itu mempengaruhinya, yang tidak jauh berbeda dari saat dia sedang kesal. Alasan kenapa aku seringkali salah menerjemahkannya.
Dan kau tidak melihatku melangkah mundur barang satu jengkal pun. Aku orang yang sulit sekali dibuat mundur, entah hal ini baik atau buruk. Tetapi aku tidak akan mundur untuk sesuatu yang mungkin tidak akan mencariku kembali saat aku berada di belakang. Aku merasa tidak harus bertaruh soal ini. Untuk lebih jujurnya, mundur mungkin hal lain yang perlu seseorang ajarkan padaku. Aku tidak terbiasa menyerah, aku takut untuk menyerah. Terhadapmu bahkan, sekalipun perasaan ini begitu merepotkan. Tapi aku cukup sering membeku ditempat.
Kumohon maafkan aku karena terus menghadiahimu tulisan semacam ini. Kuingin kau mengenalku sebanyak aku ingin mengenalmu. Ralat: Aku ingin mulai mengenalmu, Kuharap ini semua tidak membuatmu takut lantas mengambil beberapa langkah mundur (Kendall sering melakukannya—tanpa memastikan—saat aku tertangkap sedang kesal tentang sesuatu yang dia lakukan), kau sudah demikian jauh.
Cinta adalah lengan paling panjang. Namun terkadang lengan itu masih belum cukup panjang untuk memeluk. Aku ingin membuatmu serta Kendall tidak merasa tidak cukup dipeluk. Alih-alih pundak, aku ingin menjadi lengan itu. Semua orang bisa menjadi pundak. Kau tinggal berdiri dan membiarkan orang lain menyandarkan kepalanya dipundakmu. Menjadi lengan adalah hal lain. Kau akan harus merentangkan lenganmu sepanjang mungkin lalu kemudian meraih. Mencoba. Dan saat kau sudah berhasil meraihnya, Almost, tebak bagian apa yang dengan sendirinya kau berikan saat halnya sudah berada dalam pelukanmu?
Benar.
Pundak.
Oh, jangan salah paham dan mengira aku sedang memintamu untuk “memelukku”, ya. Walaupun benar aku kekurangan lengan karena hampir semua orang menawarkan pundak mereka padaku. Menjadi pundak adalah hal yang bagus, tetapi bagaimana jika seseorang tidak membutuhkan pundak? Aku tahu persis bagaimana rasanya. Karena itu kau tidak akan melihatku berhenti.
Jadi, bagaimana denganmu? Kudengar kau kembali untuk melakukan penelitian. Bagaimana keadaannya disana? Apa kau sering memikirkan-lalu-berupaya-tidak-memikirkan aku seperti yang kulakukan terhadapmu? Apapun itu, kuharap semua berjalan lancar untukmu disana.
Jaga dirimu baik-baik.


Love always,
F


P.S. Ngomong-ngomong, pembahasan tentang pundak dan lengan ini bisa kau temukan pada buku favorit Kendall (The Perks of Being A Wallflower) dan aku (Jessica Darling’s series).

Wednesday June 18th, 2014

Pukul 2.46 pm:

Sudah tersampaikan. Aku tahu aku selalu bisa mengandalkan kata-kata yang ditulis oleh selain diriku, karena tentu saja tidak ada yang mengira hal yang dituliskan berulang-ulang, kelam, dan berbau menghakimi akan kepingin dibaca oleh orang manapun. Kendati sebisa mungkin aku selalu berusaha mengarahkan jarum kesalahannya padaku. Tetapi semua orang—maksudku benar-benar semua orang—mendapatinya menjijikan. Dan membosankan.
Aku sudah kepikiran untuk berhenti. Maksudku, aku menulis karena aku tidak mempunyai hal yang lebih baik untuk dilakukan. Tidak ada satupun dari tulisan ini yang sungguhan membantuku. Aku tidak menulis untuk orang lain kendati sebelum ini aku selalu berpura-pura aku sedang berbicara pada seseorang dalam tiap tulisanku. Kukira sudah waktunya untuk berhenti berpikir orang itu masih ingin membaca tulisanku lagi. Setelah menjadi saksi kebobrokan semua tulisanku, aku bahkan tidak berani menuliskan namanya disini.
Aku kehilangan satu-satunya pendengar yang tidak pernah kumiliki.
Agak ironis, bukan? Semuanya karena ide “berbagi tidak harus selalu emas”. Dan lihat yang terjadi sekarang, Bukan-Emasnya sudah menjalar kemana-mana. Selama ini aku mengira untuk itulah aku berada disini, pada titik ini, sekarang. Karena keinginan untuk menjelaskan dan keakraban dengan kata-kata. Nyatanya aku hanya jalang pengeluh tukang menghakimi yang harus kau hindari saat melihat kelebat bayanganku pada celah dibawah pintu.
Aku melihat dan merasakan banyak hal. Aku tahu itu belum semuanya. Tetapi tetap saja, kau tidak tahan dengan nada menuduh dan menghakimi yang kulontarkan. Itu kesalahanku yang pertama, mengira hal semacam itu bisa begitu saja dimaklumi dan diterima. Aku bisa saja tidak ambil pusing dan tetap melakukan semuanya atas nama keunikan. Aku bisa, tapi aku tidak akan melakukannya.
Yang akan kulakukan adalah ini:
Aku akan tetap lanjut menulis, menulis sampah semacam ini dan aku akan bersikap tidak peduli. Aku tetap akan menulis tentang hal-hal yang menggangguku. Aku mungkin akan ngomel panjang lebar, menghakimi, dan terdengar seperti pecundang denga kesimpulan yang lumayan bisa ditarik di akhir tulisan kalau kau sedang beruntung. Aku mungkin akan mulai memasukkan ceritaku pada blog atau forum menulis lain (itupun kalau keenggananku akan media elektronik dan hal-hal khas generasiku lainnya bisa diatasi. Maksudku, lihat, aku repot-repot membeli pena tinta biru satu kali dalam dua minggu dan menggepengkan ujung jempol dan jari tengahku ketimbang meraih kibor). Dan aku akan melakukannya tanpa menyeret orang lain. Kali ini aku akan berhenti menunjukkannya pada orang lain. Aku akan berhenti mengira tuduhan adalah hal pertama yang orang lain ingin dengar. Aku akan mencoba menguranginya dalam interaksiku dengan manusia. Kukir ajika semua orang bermasalah dengan hal yang sama, maka masalah sesungguhnya sudah pasti adalah aku. Aku akan berusaha tidak menjadi monster yang demikian. Kau atau siapapun boleh merasa tidak suka lantas pergi saat aku kedapatan melakukannya lagi. Karena itulah yang kalian lakukan, bukan, pergi dan membuang muka?
Tetapi aku akan menjadi siapapun yang aku inginkan di dalam tulisanku, monster sekalipun. Dan aku tidak akan berpikir akan ada seseorang yang mengerti atau cukup percaya pada niat berbagiku untuk ditulis namanya setelah kata ‘Dear’ di awal tulisan yang selalu berupa surat ini.
Inilah celah yang kutinggalkan agar hal-hal, orang lain, dan kenyataan bisa masuk. Kuharap semuanya akan berjalan dengan lebih lancar sekarang. Kata ‘Dear’ memang tidak akan terlihat dalam waktu yang lama, tetapi aku sangat senang mengetahui bahwa ketiadaan ini tidak mengubah apapun, bahwa aku masih mempercayai tiap pelangi dan apartemen yang tengah dibangun.


Rainbowly yours,
F


Wednesday June 18th, 2014

Pukul 3.22 pm:

Aku melihatmu. Selalu bisa melihatmu. Tapi aku tidak bisa menggapaimu. Dari dulu juga begitu, kan? Dan aku tidak bisa diam-diam mebuntutimu atau bertanya pada temanku yang temanmu soal kau karena memang tidak ada. Aku hanya bisa duduk disini dan membayangkan seperti apa rasanya ‘melihat’mu. Jauh adalah saat kau tidak diberikan pilihan lain selain tidak bisa melakukan apa-apa. Saat kau tidak hanya tidak terhubung secara fisik tetapi juga secara emosional. Dan saat kau berupaya melakukannya, jarak mementahkannya. Jauh adalah saat kau ditolak agar dekat. Saat kau, entah bagaimana, mengetahui bahwa bercokol satu meter dihadapannya sekalipun tidak akan menghasilkan perbedaan.


Sincerely yours,
F


Tuesday May 20th, 2014

Pukul 9.56 pm:


Dear Almost,
Aku menyaksikanmu menyebut nama itu beberapa kali. Apa yang mungkin kau miliki dengannya? Berhasilkah? Cukup berhargakah? Aku tidak akan repot-repot mencaritahu untuk membandingkan karena jelas siapapun dia, dia memiliki sesuatu yang tidak akan pernah kumiliki: jarak untuk ditempuh. Jarak yang ada diantara kita tidak pernah hanya masalah geografis. Aku pernah sesekali bermimpi untuk mempersempitnya, tetapi aku tahu dengan begitu aku telah berbuat curang. Untuk kali ini saja, aku tidak ingin berbuat curang. Biarlah semuanya menjadi sebagaimana adanya, meski itu berarti tidak ada kesempatan sedikitpun.

Tuesday June 10th, 2014

Pukul 8.15 pm: Dear Almost, Sekali lagi aku mencoba membunuh diriku sendiri