April dan Korea-nya
oleh Fella Mutiara
“ Menurut kamu bagus ga kalo diletakkin di sini? “
April merapikan poninya. “Bagus. Jelas bagus. “
“ Dan bakalan lebih bagus lagi kalo kamu berenti cemberut kayak gitu, Jeny, “ tambah April sambil tertawa.
“ Jelek banget tau, hahaha. “
Mau tidak mau gadis bernama Jeny itu ikut tertawa. Dengan satu gerakan mulus dia mendudukan dirinya di samping April yang sedang asyik menekuni video klip lagu favoritnya. Korea.
“ Coba deh, kamu bantu aku sekali-sekali. Apa sih untungnya nontonin yang kayak begituan? “ Jeny mulai. Ada banyak hal yang ingin ia ketahui di dunia. Tapi Korea dan segala macamnya itu tidak pernah menjadi salah satunya.
Untunglah aku selalu sebodoh dan sepintar ini.
“ Ah, kamu Cuma gat au aja harus mulai dari mana, “cibir April tanpa mengalihkan pandangannya dari televise.
“ Oke, coba kita liat. Putih, mancung, sipit, rambut gaya abis… “ Jeny mengatupkan jarinya stu persatu. Berpura-pura sedang berpikir keras.
“ Ternyata lumayan banyak. Heran, kok bisa aku sampe ga tau ya? “
April terkekeh. Dia lalu berpaling kepada Jeny, pertama kali sejak acara musik itu mulai 2 jam yang lalu.
“ Akhirnya . . “ celetuk Jeny asal.
April tersenyum. Menampilakn sederet giginya yang─ bukan jelek─ tapi unik. Membuatmu teringat akan tokoh Bobo.
Jeny menghela napas panjang. Betapa dia akan melakukan apa saja untuk terus bias melihat senyum itu. Melihat bagaimana tulang pipinya kelihatan menonjol ketika dia sedang tersenyum. Atau matanya yang menyipit persis orang-orang yang diidolakannya itu. Atau rasa hangat yang tiba-tiba dirasakan Jeny menjalari dadanya.
Rasanya . . . . Luar biasa.
Bukankah menyenangkan memilki seseorang untuk di ingat seperti itu? Bukankah, seperti yang Mbak Dee katakan dalam bukunya Supernova; hangat yang nampaknya kekal. Bukankah itu yang semua orang inginkan? Yang kita inginkan?
Dia berusaha mengingat lebih banyak. Entah pada hari apa pada bulan Desember 2 tahun yang lalu, Jeny menemukan April menangis di depan rumahnya. Hari itu hujan dan April menangis. Meminta di sela-sela tangis unutk diizinkan tinggal bersamanya. Jeny tidak tahu mana yang lebih basah, hujan atau mata April. TApi untuk pertama kali yang bisa dia ingat dalam hidupnya, hatinya ikut hancur melalui airmata yang bukan miliknya. Melalui penderitaan yang tidak dialaminya.
Sejak saat itu melihat April sudah menjadi kekuatannya. Sejak saat itu, April sudah menjadi bagian dari hidupnya. Bagian lain dari dirinya. Dia sendiri tidak pernah tahu ada ikatan semacam itu di dunia. Yang dia tahu hanyalah, dia akan hadir untuk April selama yang dia bisa. Yang dia tahu, hal yang dia inginkan adalah melihat April bahagia.
Ah, April. Aprilnya yang baik.
“ Pinternya, kamu ga suka tapi mau aja repot-repot merhatiin kulit, hidung, sama rambut mereka. Kamu jadi haters aneh tau ga. “ April masih terkikik seolah-olah Jeny bertampang setolol Mr. Bean.
Jeny nyengir, “ Man, kita tuh perlu merhatiin yang kayak begitu kalo pengen tau apa yang sedang kita benci. “
“ Aku bukan Man, “ April memonyongkan bibirnya.
“ Yup, karena kamu P-Man, “ sahut Jeny usil.
Mereka pun tertawa. Lama sekali.
April selalu berharap mempunyai Korea-nya sendiri, Jeny tahu itu. Penuh masalah, sedikit drama, hidup enak, menari dan bergerombol, dan hamper selalu berakhir bahagia.
April dan Korea, seperti dua sisi mata uang logam yang tidak akan pernah bertemu. Kenyataannya hidup tidak pernah sebaik itu. Tapi April sendiri kelewat baik. Dia tidak peduli hidup seperti apa yang menunggunya setelah ini. Dia lebih suka, selalu lebih suka, kalau hidup itu sesederhana pikirannya.
Seindah Korea-nya.
Ah, April. Aprilnya yang baik.